EPISODE TEGUH
Nieda lagi asik-asik menikmati bakso panas dan segelas es teh saat tiba-tiba cowok paling rese datang. Bruukk!! Tanpa tedeng aling-aling, sang cowok langsung meneguk sisa es tanpa peduli pelototan mata yang empunya. Panas euy, eh malah dihabisin.
“Sorry-sorry, panas banget. Lagian, panas-panas gini makan bakso? Nggak salah?”
Nieda melengos, kemudian mengambil segelas es teh lagi. Emang rada gokil juga Nieda, panas-panas di tengah hari makan bakso. Tapi itulah Nieda.
“Kamu tau kenapa? Karena es teh ini terasa banget nikmatnya justru pada saat hari lagi panas ditambah dengan bakso plus cabe yang pastinya hot banget,”Nieda mencoba ngeles. Teguh ngakak mendengar alasan Nieda.
“Lagian nggak penting banget seh pertanyaannya. Kayak nggak kenal aku aja.” Nieda sewot.
“Nah itu dia, dari pertama kali kenal, aku sama sekali nggak ngerti banget sama filosofi hidupmu yang satu itu.” Nieda sama sekali tidak mencoba berdebat, karena percuma juga, pikirnya.
“Nenek mana?”tanya Teguh. Dia memang sudah terbiasa memanggil nenek Nieda dengan panggilan yang sama. Nieda kenal dengan Teguh juga karena sang nenek yang memperkenalkan mereka, dan kebetulan mereka bersekolah di tempat yang sama. Karena intensitas pertemuan yang cukup sering di sekolah, apalagi setiap seminggu sekali Nieda ke rumah neneknya, jadilah hubungan mereka begitu akrab, meskipun lebih sering berdebat.
“
***
“Eh, Teguh tuh!” Ranti heboh mengguncang tubuh Nieda. Kelihatan banget mata Ranti berbinar memandang Teguh dari kelas. “ Dia mau kemana ya?”
Nieda hanya geleng-geleng kepala. Tidak peduli dengan sikap Ranti. Tuh anak emang deh, malu-maluin. Dengan hanya melihat Teguh aja dia begitu histeris, membuat Nieda takut memberitahu fakta bahwa dia cukup akrab dengan Teguh. Bisa jadi sasaran sang fans maniak dia. Lagipula apa sich yang dibanggakan dari Teguh? Ok, secara fisik dia nggak bikin malu kalau diajak jalan. Tapi tingkah lakunya yang tengil itu yang bikin Nieda illfil tiap kali ketemu. Hanya kadang-kadang aja Teguh terlihat manis, saat dia lagi serius. Selebihnya, selalu bikin sebel. Apalagi jika Teguh mulai dengan kebiasaan jeleknya, yaitu merokok.
“Kamu mau kemana?” tanya Ranti melihat Nieda berdiri.
“Perpus.”jawab Nieda singkat.
“What?!”
“Halloowww mbak Ranti sayang…lupa apa bentar lagi kita ujian? Tinggal menghitung hari. Makanya jangan mikirin Teguh terus, pikirin tuh mau kemana kita bis ini. Emang nggak pengen masuk SMA fave?”
“Yee..siapa juga yang nggak pengen masuk SMA fave? Tapi itu kan bukan berarti mengorbankan perasaan hati. Huh u…” Ranti mulai dengan gaya teaternya yang bikin Nieda mau muntah. Cepat-cepat dia menyingkir sebelum benar-benar mengeluarkan isi perutnya. Ranti juga segera mengekor Nieda.
“Sebenarnya si Teguh kayak gimana sich orangnya? Misterius. Emang nggak bisa dipungkiri, image dia di sekolah udah jelek banget. Tapi di luar??? Waduh, bikin aku penasaran.”
Belum sempat menanggapi Ranti, langkah mereka tertahan oleh sebuah panggilan untuk Nieda.
“Nieda!!!” Nieda menoleh, dan langsung kaget dengan apa yang dia lihat.
“I LOVE U!!! Mau nggak jadi pacar aku???” Teguh membawa sebuah lap meja makan bergambar hati milik neneknya di ujung lapangan volly berseberangan dengan tempatnya berdiri, membuat Nieda ingat leluconnya waktu Teguh bertanya jenis penembakan seperti apa yang diidamkannya. Hampir saja Nieda melepas sepatunya dan melemparnya ke jidat Teguh. Tapi dia hanya terpaku sebentar untuk kemudian tergesa-gesa menjauh dari tempat tersebut.
Ranti histeris. “Teguuuhhh….Nieda nggak mau. Gimana kalau aku aja yang jadi pacarmu?” Dan sekali lagi Nieda terpaku, melotot ke arah Ranti yang nyengir kuda. Sementara Teguh entah sudah ngabur kemana. “Rantiiii!!!!!!” Teriak Nieda.
***
Sejak kejadian di lapangan volly tersebut, Nieda sama sekali tidak melihat batang hidung Teguh. Bahkan beberapa kali dia melewati kelas Teguh yang kebetulan bersebelahan dengan kelasnya, tidak menemukan makhluk ajaib tersebut. Sempat timbul khawatir, apalagi dia tidak pernah main ke rumah neneknya lagi. Menghindari Teguh.
Hingga siang ini, saat Nieda mendengar hal yang sama sekali tidak menyenangkan hatinya. Dia nekat ke rumah Teguh.
“
“Kamu??”
“Intinya kamu percaya atau nggak?”
Nieda terdiam. Bingung harus menjawab seperti apa.
“Kamu berubah.”akhirnya hanya itu yang keluar dari bibir Nieda. Teguh tersenyum sinis mendengarnya.
“Awalnya aku kira kamu beda Nie, seiring dengan waktu aku semakin yakin itu. Tapi kejadian kemarin benar-benar membuatku kecewa. Bahkan sampai sekarang kamu lebih memilih abu-abu.”
Nieda diam tak berkutik. Salahnya tak memperingatkan Teguh. Dan semuanya terjadi saat dia baru saja mempunyai keberanian untuk bicara.
“Semua sudah nggak percaya aku lagi Nie, apalagi semenjak fitnah itu menyebar kayak bulu yang beterbangan. Kemarin Kepsek manggil aku.”
“Aku percaya kamu Guh, tapi gimana aku harus bersikap? Kamu sama sekali nggak berusaha membuktikan kebenaran itu.”
Teguh tertawa. “Bukankan itu yang mereka mau?” Nieda lagi-lagi diam. Bingung dengan sikap Teguh. Sedikit rasa kasihan mampir dibenaknya. Tapi kali ini dia sama sekali tak punya kuasa untuk menolong. Sebagai seorang yang sangat akrab dengan rokok, sulit untuk menafikan jika Teguh akan lebih terjerumus lagi. Meskipun rasa percaya itu lebih besar, Nieda tak dapat membuktikan kebenaran yang diyakininya. Nieda tak dapat membayangkan apakah dia bisa berhadapan dengan pihak kepolisian. Dia baru kelas tiga SMP, umurnya baru 14 tahun. Ditambah lagi bayangan orang tua yang pasti menentangnya habis-habisan. Nieda benar-benar bingung dan sangat menyesalkan kejadian yang menimpa Teguh.
“Guh, maaf.”
Teguh tersenyum, kemudia mengangguk. “Aku nggak memaksa. Tapi…satu hal, nanti jika sesuatu terjadi, aku mohon jangan menyesal. Aku pergi.” Teguh segera beranjak pergi dengan sepeda motornya.
Angin menghembus jilbab putih Nieda lembut. Dia menatap bangku disebelahnya, tempat dimana mereka selalu bersenda gurau atau berdebat hebat. Persis di samping rumah Teguh. Dan Nieda merasa, dia akan meninggalkan bangku ini dalam waktu yang lama. Nieda menghembuskan nafasnya berat, kemudian berpamitan dengan Tante Ros, ibunya Teguh yang tampak sangat lelah memikirkan anak sulungnya itu.
***
Perlahan tempat itu semakin sepi, hanya Nieda yang tetap diam tak bergeming dari tempatnya berdiri. Gerimis mulai berubah menjadi titik-titik air, membasahi tanah juga melebur air matanya. Sementara tangannya menggenggam erat kotak kayu milik Teguh.
“Sebelum pergi, dia nitip ini buat kamu. Tante juga nggak tau isinya apa. Dia cuma pesan, kotak ini dibuka saat kamu ulang tahun.”kata Tante Ros tiga hari lalu.
Nieda menatap bros merpati perak di dalam kotak. Di sayap burung tersebut terukir namanya. Kemudian matanya beralih ke secarik kertas bertuliskan tangan seorang Teguh yang mulai memudar terkena titik air.
Sepasang merpati untuk kesetian. Dan sebuah senyum untuk kebahagiaan.
Happy B’day
“Kamu selalu curang, Guh. Bahkan kamu tak sedikitpun memberiku kesempatan untuk mengucapkan maaf. Apalagi yang lain.” Nieda mencoba menahan tangisnya agar tak berubah jadi isakan. Dia meletakkan kotak kayu yang digenggamnya tadi di atas gundukan tanah yang masih tertutup bunga kenanga dan pandan.
“Dan aku nggak mungkin membawa sepasang merpati ini sendiri. Karena aku hanya berhak punya satu. Satunya lagi aku titip ke kamu, biar dia yang cari pasangannya ke aku, nanti.”
Perlahan dia meletakkan pasangan bros ke dalam kotak. Setelah yakin akan keputusannya, dia segera beranjak pergi meninggalkan area pemakaman tersebut, dengan bros merpati di jilbab putihnya.
***
Kesetiaan timbul karena adanya kepercayaan.
Teguh, kenangan bersamamu adalah warna hidupku.
I miss u…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar