Rabu, 23 Februari 2011

Biologi Perilaku Hewan

PENDAHULUAN
Suatu definisi kamus mengenai perilaku mungkin berupa “ bertindak, bereaksi, atau berfungsi dalam suatu cara teretentu sebagai respon terhadap beberapa rangsangan (stimulus)”. Banyak perilaku memang terdiri atas aktivitas otot yang dapat diamati secara eksternal, yaitu komponen “bertindak” dan “bereaksi” dari defenisi tersebut. akan tetapi jika seekor burung muda yang mendengarkan kicauan burung dewasa mungkin tidak menunjukkan adanya hubungan dengan aktivitas otot. Sebagai gantinya, ingatan akan kicauan burung dapat disimpan dalam otak burung muda dan setiap respon otot yang diamati muncul belakangan. Dengan demikian, jika kita menganggap perilaku (behavior) sebagai apa yang dilakukan oleh hewan dan bagaimana hewan tersebut melakukannya, definisi ini akan meliputi komponen perilaku yang tidak berkaitan dengan pergerakan dan juga tindakan hewan yang dapat diamati(Campbell.2004).
Ilmu perilaku hewan, pada keseluruhannya merupakan kombinasi kerja-kerja laboratorium dan pengamatan di lapangan, yang memiliki keterkaitan yang kuat dengan disiplin ilmu-ilmu tertentu semisal neuroanatomi, ekologi, dan evolusi. Seorang ahli perilaku hewan umumnya menaruh perhatian pada proses-proses bagaimana suatu jenis perilaku (misalnya agresi) berlangsung pada jenis-jenis hewan yang berbeda. Meski ada pula yang berspesialisasi pada tingkah laku suatu jenis atau kelompok kekerabatan hewan yang tertentu(Anonim.Tanpa Tahun:http://id.wikipedia.org/wiki/Etologi).

ISI
A. Perilaku Dihasilkan Oleh Gen dan Faktor-Faktor Lingkungan

Seperti ciri fenotipik lainnya, perilaku memperlihatkan suatu kisaran variasi fenotipik yang bergantung pada lingkungan, di mana genotype itu diekspresikan. Namun demikian, terdapat suatu norma reaksi. Perilaku dapat diubah oleh pengalaman di lingkungan.
Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi perilaku adalah semua kondisi di mana gen yang mendasari perilaku itu diekspresikan. Hal ini meliputi lingkungan kimiawi di dalam sel, dan juga semua kondisi hormonal dan kondisi kimiawi dan fisik yang dialami ole seekor hewan yang sedang berkembang di dalam sebuah sel telur atau di dalam rahim. Perilaku juga meliputi interaksi beberapa komponen sistem saraf hewan dengan efektor, dan juga berbagai interaksi kimia, penglihatan, pendengaran, atau sentuhan dengan organisme lain.
Adalah tidak tepat untuk mengatakan bahwa setiap perilaku hanya semata-mata disebabkan oleh gen. Semua gen, termasuk gen-gen yang ekspresina mendasari perilaku bawaan, memerlukan suatu lingkungan untuk diekspresikan (Campbell.2004)

B. Adaptasi
Adaptasi adalah kemampuan atau kecenderungan makhluk hidup dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan baru untuk dapat tetap hidup dengan baik.
Jenis-Jenis Dan Macam-Macam Adaptasi:

1. Adaptasi Morfologi
Adaptasi morfologi adalah penyesuaian pada organ tubuh yang disesuaikan dengan kebutuhan organisme hidup. Misalnya seperti gigi singa, harimau, citah, macan, dan sebagainya yang runcing dan tajam untuk makan daging. Sedangkan pada gigi sapi, kambing, kerbau, biri-biri, domba dan lain sebagainya tidak runcing dan tajam karena giginya lebih banyak dipakai untuk memotong rumput atau daun dan mengunyah makanan.


2. Adaptasi Fisiologi
Adaptasi fisiologi adalah penyesuaian yang dipengaruhi oleh lingkungan sekitar yang menyebabkan adanya penyesuaian pada alat-alat tubuh untuk mempertahankan hidup dengan baik. Contoh adapatasi fisiologis adalah seperti pada binatang / hewan onta yang punya kantung air di punuknya untuk menyimpan air agar tahan tidak minum di padang pasir dalam jangka waktu yang lama serta pada anjing laut yang memiliki lapisan lemak yang tebal untuk bertahan di daerah dingin.

3. Adaptasi Tingkah Laku
Adaptasi tingkah laku adalah penyesuaian mahkluk hidup pada tingkah laku / perilaku terhadap lingkungannya seperti pada binatang bunglon yang dapat berubah warna kulit sesuai dengan warna yang ada di lingkungan sekitarnya dengan tujuan untuk menyembunyikan diri (Anonim. Tanpa Tahun: http://organisasi.org/macam-jenis-adaptasi-makhluk-hidup-morfologi-fisiologi-dan-tingkah-laku-untuk-menyesuaikan-diri)

C. Perilaku Hewan
Perilaku juga dapat bersifat adaptif. Mahluk hidup belajar tentang bahaya dan dengan perilakunya ia menghindari bahaya. Adaptasi perilaku dapat terjadi dimanapun.
Berbagai substansi dapat mempengaruhi keadaan jiwa dan tingkah laku. Beberapa menyebabkan ketergantungan. Beberapa yang lainya menyebabkan toleransi. Semua organisme, memiliki kemampuan untuk merespon stimulus dari lingkungan. Perilaku organisme, bergantung tidak hanya berdasarkan pada jenis organismenya, tetapi juga berdasarkan apa yang terjadi dalam lingkungan hidupnya.
Perilaku sendiri memiliki arti sikap dan gerak organisme berespon dan beradaptasi terhadap perubahan lingkungan. Macam lingkungannya antara lain: lingkungan dalam dan luar. Lingkungan dalam, yaitu: hormon, nyeri, getahan, ampas, metebolisme. Sedangkan yang dimaksud lingkungan luar, yaitu:suhu, makanan, air minum, cahaya matahari, gravitasi, tekanan udara, tempat tinggal, hubungan dengan mahluk lain intra dan inter spesies. Bentuk prilakunya sendiri mencakup: cara makan dan mengambil makanan, membuat tempat tinggal, memelihara dan membersihkan, berlindung dan bertahan terhadap parasit atau pengganggu, mencari pasangan, berkembang biak, mengasuh anak, berkomunikasi dengan individu lain.
Jenis prilaku yang terdapat pada hewan ada dua macam, yaitu:
• Perilaku bawaan (Innate Behaviour)
Perilaku yang dikendalikan secara genetik. Jenis-jenis dari prilaku bawaan adalah gerakan refleks yang merupakan bentuk sederhana dari prilaku bawaan dan insting yang merupakan bentuk kompleksnya.
• Perilaku hasil pembelajaran (Learned Behaviour)
Perilaku hasil pembelajaran berdasarkan pengalaman yang didapatkan organisme dan menghsilkan perubahan perilaku. Perilaku ini tidak dibedakan dari jenis gen pada organisme. Pembelajaran di dapatkan melalui adaptasi pada perubahan.
Pemetaan pada otak mengindikasikan kesamaan umum pengaturan pada kebanyakan otak dan kemungkinan-kemungkinan bahwa setiap pengalaman akan direkam di dalam memori. Meskipun sudah menunjukan perilaku pembelajaran pada organisme yang cukup mudah, perilaku ini umumnya terdapat pada organisme yang memiliki sistem saraf yang lebih kompleks.
Perkembangan yang cepat dari cerebrum dan meningkatnya ketergantungan hidup disertakan oleh perubahan lain yang terjadi diantara mammalia-mammalia yang ada pertama kali. Sebagai contoh, sejak belajar membutuhkan pengalaman, binatang yang berotak harus mengembangkan pola hidupnya yang memeberi mereka kesempatan untuk belajar sebelum mereka dihadapkan pada dunia yang ‘tidak bersahabat’.
Evolusi dari sistem saraf yang kompleks pada vertebrata tidak hanya dikendalikan oleh fisiologi tubuh yang terkendali dengan baik, kemampuan sistem pola dari perilaku, tetapi juga peningkatan kemampuan untuk memepelajari dan memodifikasi perilaku baru.
Sangat jelas bahwa organisme yang lebih kompleks, pengaruh terbesar yang membentuk pola tingkah laku responsif adalah melalui pengalaman. Proses ini modifikasi prilaku sebagai hasil pengalaman dari tempat hidupnya diketahui sebagai proses pembelajaran.
Belajar ditemui pada jenis hewan yang memiliki banyak perhatian dari parentalnya. Jenis hewan yang seperti ini didapatkan pada hewan tingkat tinggi. Anak akan banyak belajar dari orangtuanya dan meniru apa yang dilakukan orang tuanya.
Pembelajaran dapat dikembangkan dari tugas yang sederhana maupun tugas yang sulit. Terdapat beberapa tipe dari pembelajaran yaitu: Imprinting, Habituation, Clasical conditioning, dan Operant conditioning.
Imprinting adalah bentuk dari pembelajaran yang didapatkan hewan setelah dilahirkan atau baru menetas dari teurnya. Imprinting terjadi dengan cepat dan tidak dapat diubah, merupakan jenis pembelajaran yang paling mudah. Habituation adalah bentuk dari pembelajaran dimana hewan belajar untuk tidak menunjukan perilaku tertentu.
Sebuah reaksi yang dikondisikan adalah sebuah respon terhadap stimulus yang normalnya tidak mendapatkan tanggapan seperti itu. Jenis pembelajaran ini, atau pengaruh keadaan, dijelaskan oleh Pavlov, seorang fisiologis asal rusia, disebut sebagai classical conditioning (McLaren & Rotundo,1985). Classical conditioning ini disebut juga sebagai Assosiative learning.
Assosiative learning sendiri merupakan perilaku yang dipelajari membutuhkan aktifitas asosiasi di dalam sistem saraf pusat. Satu yang paling diketahui dari kategori-kategori pembelajaran adalah asosiasi., ini berdasarkan kemampuan untuk merespon rangsangan yang ditandai, hewan akan belajar untuk mengasosiasikan kedua rangsangan dengan rangsangan lainnya.
Perilaku asosiatif lebih kompleks. Berpikir adalah asosiatif, begitu juga dengan berkelahi, merencanakan dan mencintai. Perilaku asosiatif mungkin terbentuk dari elemen-elemen non asosiatif yang lebih sederhana.
Seperti pada percobaan Pavlov. Dengan membunyikan bel dengan seketika setiap saat sebelum memberi makan anjingnya (dalam percobaan), Pavlov menemukan bahwa anjing akan mengeluarkan liurnya saat mendengar bunyi bel. Disimpulkan bahwa anjing mangasosiasikan bunyi bel dengan waktu pemberian makan (Hopson & Wessel, 1990).
Operant conditioning atau latihan yang diberikan pada binatang didasarkan pada pemberian imbalan dan hukuman. Percobaan ini dilakukan oleh Skinner. Skinner menggunakan merpati dalam percobaannya. Dia menyadari bahwa perilaku tertentu diikuti oleh penguatan, atau imbalan, maka binatang tersebut akan menyukai untuk mengulangi prilaku tersebut di kemudian hari.
Dari semua perilaku yang ditunjukan hewan, kebanyakan prilaku pada hewan kemungkinan mengandung semua komponen ini, yaitu:
• Preprogamming (Pemograman sebelumnya) : genetik membuat organisme terpengaruh untuk merespon rangsangan (stimulus) tertentu.
• Practice (berlatih) : pengalaman mempengaruhi perkembangan perilaku.
• Potention (potensi) : status kejiwaan dari hewan menyiapkan hewan tersebut untuk menunjukan perilakunya (kadang hal ini disebut sebagai motivasi penuntun).
• Performance (pelaksanaan) : menghasilkan rangkaian dari tindakan dan perubahan yang menyertai perilaku.
Pada primata, yang merupakan jenis hewan dengan kecerdasan tinggi terdapat pemikiran atau berpikir rasional. Pemikiran adalah kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang tidak biasa dihadapi tanpa manfaat dari trial dan error. Pemikiran ini berdasarkan pembelajaran masa lalu dalam jalur yang baru, kombinasi atau stuasi.
Ini menjelaskan mengapa prossimian, monyet, kera, dan manusia lebih adaptif dibandingkan dengan hewan lainnya dan lebih mampu untuk menggunakan informasi lingkungan untuk kebutuhan hidupnya.
Terkadang, salah satu anggota dari sebuah populasi atau spesies dapat menyebarkan perilaku pembelajaran pada semua anggota kelompok. Kecepatan dari penyebaran ini merupakan potongan dari informasi budaya, kemungkinan hasil dari fakta bahwa anggota kelompok yang muda melihat perilaku anggota kelompok yang lebih tua dan kemudian menirunya.
Pada hewan yang terdapat di Taman Wisata Alam atau Taman Nasional, dalam kehidupan sehari-harinya akan sering berinteraksi dengan manusia yang berperan sebagai pengunjung. Bagaimanapun juga, hal tersebut dapat mempengaruhi prilaku hewan tersebut. Reaksi mereka terhadap pengunjung.
Reaksi hewan terhadap keberadaan manusia adalah faktor penting keberlangsungan hidup hewan. Hewan yang tidak dapat merespon manusia dengan sukses akan mengalami kepunahan. Namun, terdapat jenis hewan yang mendapatkan keuntungan dengan hidup berasosiasi dengan manusia.
Kebanyakan satwa liar bereaksi terhadap manusia dengan cara bersembunyi atau melarikan diri, tetapi beberapa membangun kepercayaan sementara, terutama sekali apabila imbalan dari makanan dan tempat berlindung merupakan bagian dari tawaran.
Pada beberapa kasus, masalah ditimbulkan dari hewan dan manusia saat satwa liar terbiasa terhadap orang. Sebagai contoh adalah interaksi antara beruang dan manusia. Beruang hitam adalah binatang yang sangat berhati-hati, dalam kehidupan liarnya mereka adalah omnivora yang memakan buah, serangga, madu, dan sedikit daging. Beruang hitam dalam kehidupan liarnya sangat jarang mendekati manusia, tetpai dengan sering memakan sampah sisa manusia dan jika dibiarkan, mereka akan kehilangan rasa takutnya terhadap manusia (Putri.10 Januari 2010: http://20thcenturyalghumayda.blogspot.com/2010/01/perilaku-hewan.html).

D. Kognisi Hewan
Dalam artian sempit, istilah kognisi pada dasarnya merupakan sinonim dengan kesadaran (consciousness atau awareness). Dalam pengertian yang lebih luas, kognisi adalah kemampuan sistem saraf seekor hewan untuk merasa, menyimpan, mengolah dan menggunakan informasi yang dikumpulkan oleh reseptor sensoris.
Suatu hipotesis pokok dalam etologi kognitif adalah bahwa banyak hewan merumuskan peta kognitif, representasi internal atau kode, dari hubungan spasial di antara benda-benda yang ada di sekitarnya. Dua jenis pergerakan yang mungkin terjadi tanpa suatu representasi internal adalah kinesis dan taksis. Kinesis melibatkan suatu perubahan sederhana dalam laju aktivitas sebagai respons terhadap stimulus. Kutu babi atau kutu kayu akan menjadi lebih aktif di daerah kerig dan kurang katif di daerah lembab. Sedangkan taksis adalah suatu pergerakan terarah yang kurang atau lebih otomatis mendekati atau menjauhi beberapa stimulus.
Kajian paling luas mengenai representasi spasial (peta kognitif) telah dilakukan oleh hewan-hewan yang melakukan migrasi, atau perpindahan teratur dalam jarak yang relatif jauh. Contoh yang paling terkenal adalah migrasi burung, paus, beberapa spesies kupu-kupu, dan ikan-ikan oceangoing (yang pergi ke laut) tertentu.
Hewan yang bermigrasi menggunakan salah satu dari tiga mekanisme, atau beberapa kombinasi ketiga teknik tersebut:
1. Piloting. Dalam piloting, seekor hewan berpindah dari suatu daerah denga tanda-tanda yang sudah dikenalnya ke wilayah lain hingga sampai di tempat tujuan. Piloting sebagian besar digunakan untuk pergerakan jarak pendek.
2. Orientasi. Dalam orientasi,seekor hewan dapat menentukan arah kompas dan berjalan dalam lintasan yang lurus untuk menempuh jarak tertentu atau hingga sampai di tempat tujuan.
3. Navigasi. Dalam navigasi, melibatkan penentuan lokasi relatif saat ini terhadap lokasi yang lain, selain menentukan arah kompas.

Mengapa dan bagaimana awalnya burung bermigrasi, serta apa yang membuat mereka memutuskan untuk bermigrasi telah lama menjadi pusat perhatian. Sebagian ilmuwan berpendapat bahwa migrasi disebabkan perubahan musim sementara yang lain percaya bahwa burung bermigrasi untuk mencari makan. Migrasi membutuhkan keahlian khusus seperti penentuan arah, cadangan makanan, dan kemampuan untuk terbang dalam jangka waktu yang lama. Hewan yang tidak memiliki ciri-ciri di atas tidak mungkin dapat berubah menjadi hewan migran, atau hewan yang melakukan migrasi.
Salah satu eksperimen yang mengangkat permasalahan ini adalah sebagai berikut: burung bulbul dijadikan objek penelitian di sebuah laboratorium yang suhu dan cahayanya dapat diatur sesuai kebutuhan. Kondisi di dalam laboratorium diatur sehingga berbeda dengan kondisi di luar laboratorium. Misalnya, bila di luar musim dingin, kondisi laboratorium dibuat seperti pada musim semi dan burung menyesuaikan dirinya pada kondisi tersebut. Burung bulbul menumpuk lemak sebagai sumber energi, seperti yang biasa mereka lakukan menjelang migrasi. Meskipun burung bulbul mengadaptasikan tubuhnya dengan iklim buatan, dan menyiapkan diri seakan hendak bermigrasi, mereka tidak berangkat sebelum waktunya tiba. Mereka mengamati musim di luar. Hal ini merupakan bukti bahwa burung menentukan waktu migrasi bukan berdasarkan perubahan musim.

Penggunaan Energi
Burung menggunakan banyak energi saat terbang. Oleh karena itu, mereka membutuhkan lebih banyak sumber energi daripada hewan darat maupun hewan laut. Misalnya, untuk terbang sejauh 3.000 km antara Hawaii dan Alaska, burung kolibri (yang memiliki bobot beberapa gram) harus mengepakkan sayap sebanyak 2,5 juta kali. Meskipun begitu, mereka dapat tetap berada di udara selama 36 jam. Kecepatan rata-rata selama melakukan perjalanan ini kurang lebih 80 km/jam. Selama melakukan penerbangan seberat ini, jumlah asam dalam darah bertambah secara berlebihan, dan burung dapat pingsan akibat suhu tubuh yang meningkat. Beberapa burung menghindari bahaya ini dengan mendarat. Lalu, bagaimanakah mereka dapat terbang melintasi lautan yang luas dengan selamat? Berdasarkan pengamatan ahli burung, dalam keadaan seperti ini, burung mengembangkan sayap selebar-lebarnya, dan dengan beristirahat dalam keadaan tersebut, suhu tubuhnya turun. Burung migran memiliki sistem metabolisme tubuh yang kuat agar dapat melakukan aktivitas yang berat ini. Misalnya, aktivitas metabolisme pada burung kolibri, burung migran terkecil, dua puluh kali lebih kuat daripada aktivitas metabolisme gajah. Suhu tubuh burung dapat naik hingga 62 C.

Teknik Terbang
Sebagai makhluk yang diciptakan untuk melakukan penerbangan berat, burung juga dikaruniai kemampuan untuk memanfaatkan angin guna membantu mereka terbang. Misalnya, burung bangau dapat terbang hingga ketinggian 2.000 m dengan mengikuti arus udara panas, lalu meluncur dengan cepat menuju arus udara panas berikutnya tanpa harus mengepakkan sayap.
Teknik terbang lain yang biasa dilakukan sekelompok burung adalah formasi "V". Pada teknik ini, burung yang besar dan kuat berada paling depan sebagai perisai melawan arus udara dan membuka jalan bagi burung lain yang lebih lemah. Dietrich Hummel, seorang insinyur penerbangan, telah membuktikan bahwa dengan pengaturan seperti ini, secara umum kelompok tersebut dapat menghemat energi hingga 23%.
Beberapa burung migran terbang sangat tinggi. Misalnya, angsa dapat terbang pada ketinggian 8.000 m. Ini adalah hal yang luar biasa mengingat pada ketinggian 5.000 m kerapatan atmosfer berkurang sebanyak 63% dibandingkan pada permukaan laut. Terbang pada ketinggian dengan atmosfer sangat tipis, burung tersebut harus mengepakkan sayap lebih cepat dan karenanya harus mendapatkan oksigen yang lebih banyak pula.
Meskipun demikian, paru-paru burung ini telah diciptakan sedemikian rupa sehingga dapat secara maksimal memanfaatkan oksigen yang tersedia pada ketinggian tersebut. Paru-paru burung, yang berfungsi secara berbeda dengan paru-paru mamalia, membantu mereka mendapatkan energi yang lebih besar dari udara yang lebih sedikit.

Indra Pendengaran Yang Sempurna
Selagi bermigrasi, burung harus memperhatikan gejala atmosferis. Misalnya, mereka mengubah arah untuk menghindari badai yang mendekat. Melvin L. Kreithen, ahli burung yang meneliti indra pendengaran burung, mengamati bahwa beberapa jenis burung dapat mendengar bunyi yang berfrekuensi sangat rendah, yang tersebar jauh dalam atmosfer. Oleh karena itu, burung migran dapat mendengar terbentuknya badai di gunung pada kejauhan atau halilintar di atas samudra yang berjarak ratusan kilometer di depan. Selain itu, telah diketahui pula bahwa burung dikenal berhati-hati dalam menentukan rute migrasinya; mereka akan menghindari daerah dengan kondisi atmosfer yang berbahaya.
Persepsi Arah
Bagaimanakah burung dapat menentukan arah tanpa bantuan peta, kompas, atau penunjuk arah lain selama penerbangan yang panjang menempuh ribuan kilometer?
Teori pertama yang dikemukakan berkenaan dengan pertanyaan tersebut adalah bahwa burung menghafal karakteristik daratan di bawah mereka, sehingga dapat menemukan daerah tujuan tanpa kebingungan. Akan tetapi, berbagai penelitian telah membuktikan bahwa teori ini tidak benar.
Dalam sebuah percobaan yang menggunakan burung dara, digunakan lensa buram untuk mengaburkan penglihatan burung dara. Dengan begitu, mereka tidak dapat menggunakan tanda-tanda daratan di bawahnya sebagai penunjuk. Meskipun demikian, ternyata burung dara tetap dapat menemukan jalan mereka meskipun tertinggal beberapa kilometer dari kelompoknya.
Penelitian berikutnya menunjukkan bahwa medan magnet bumi berpengaruh terhadap beberapa spesies burung. Berbagai kajian menunjukkan bahwa tampaknya burung memiliki sistem reseptor magnetik yang maju, yang memungkinkan mereka menentukan arah dengan menggunakan medan magnet bumi. Sistem ini membantu burung menentukan arah dengan merasakan perubahan medan magnet bumi selama migrasi. Berbagai eksperimen menunjukkan bahwa burung migran dapat merasakan perbedaan medan magnet bumi sebesar 2%.

Migrasi Kupu-Kupu
Kisah perjalanan migrasi kupu-kupu raja, yang hidup di Kanada bagian tenggara, lebih rumit daripada migrasi burung. Kupu-kupu raja umumnya hidup hanya 5-6 minggu setelah berkembang dari ulat. Dalam setahun terdapat empat generasi kupu-kupu raja. Tiga dari empat generasi kupu-kupu raja hidup di musim semi dan musim panas. Situasi berubah dengan datangnya musim gugur. Migrasi dimulai pada musim gugur, dan generasi yang bermigrasi akan hidup jauh lebih lama dari generasi lain yang hidup di tahun yang sama. Kupu-kupu raja yang bermigrasi adalah generasi yang keempat.
Hal yang cukup menarik adalah, migrasi dimulai pada malam ekuinoks musim gugur (hari ketika waktu siang dan malam sama panjang). Kupu-kupu yang bermigrasi ke selatan, hidup enam bulan lebih lama dibandingkan ketiga generasi sebelumnya. Mereka membutuhkan waktu hidup yang lebih lama agar dapat bermigrasi dan kembali lagi.
Kupu-kupu yang terbang ke selatan tidak berpencar setelah melalui garis balik utara (garis lintang utara 23,30 ) dan meninggalkan udara dingin. Setelah bermigrasi melintasi setengah benua Amerika, jutaan kupu-kupu itu mendiami bagian tengah Meksiko. Di daerah ini jajaran gunung berapi dipenuhi bermacam-macam jenis tumbuhan. Bertempat di ketinggian 3.000 m, tempat ini cukup hangat bagi kupu-kupu. Selama empat bulan, dari Desember hingga Maret, kupu-kupu tidak memakan apa pun. Mereka hanya minum air selama cadangan lemak tubuh mereka masih mencukupi sebagai sumber makanan.
Bunga yang bermekaran di musim semi cukup penting bagi kupu-kupu raja. Setelah empat bulan berpuasa, untuk pertama kalinya di musim semi kupu-kupu mengadakan pesta nektar. Setelah itu, mereka memiliki cadangan energi yang cukup untuk kembali ke Amerika Utara. Selain waktu hidupnya yang dua bulan diperpanjang menjadi delapan bulan, generasi ini tidak berbeda dengan tiga generasi sebelumnya. Mereka kawin di akhir Maret sebelum memulai perjalanannya. Pada saat ekuinoks, kelompok kupu-kupu akan terbang kembali ke Utara. Begitu mereka menyelesaikan perjalanannya dan tiba di Kanada, mereka mati. Namun, sebelum mati, mereka bertelur untuk menghasilkan generasi baru, yang penting bagi kelangsungan spesiesnya.
Generasi yang baru lahir adalah generasi pertama pada tahun tersebut dan hidup selama 1,5 bulan. Generasi ini akan diikuti oleh generasi kedua dan ketiga. Ketika datang generasi keempat, migrasi kembali berulang. Generasi ini akan hidup enam bulan lebih lama daripada generasi sebelumnya, dan rantai ini akan terus berlanjut dengan cara yang sama (Anonim.25 Desember).


E. Perilaku Sosial Hewan
Perilaku sosial yang didefinisikan secara luas, adalah setiap jenis interaksi antara dua hewan atau lebih, umumnya dari spesies yang sama
1. Perilaku Agonistik
Perilaku agonistik adalah suatu pertandingan yang melibatkan baik perilaku yang mengancam maupn yang patuh menentukan pesaing mana yang mendapatkan akses ke beberapa sumber daya, seperti makanan atau pasangan kawin. Banyak perilaku tersebut melibatkan ritual, penggunaan aktivitas simbolik, sehingga biasanya tidak ada bahaya yang serius yang dilakukan oleh pihak-pihak yang beradu. Contohnya pada ular berbisa yang mencoba memelintir satu sama lain ke tanah, tetapi ular-ular tersebut tidak pernah menggunakan giginya yang mematikan dalam perkelahian.
2. Hirarki Dominansi
Banyak hewan hidup dalam kelompok sosial yang dipertahankan oleh perilaku agonisti. Contohnya dalah ayam. Jika beberapa ayam betina yang tidak saling mengenal satu sama lain digabungkan bersama-sama, mereka akan merespon dengan berkelahi dan saling mematuk. Akhirnya kelompok itu akan membentuk suatu “urutan patukan” yang jelas- suatu hirarki dominansi yang kurang lebih linier.
3. Teritorialitas
Suatu teritori adalah suatu daerah yang dipertahankan oleh seekor individu hewan yang umumnya mengusir anggota lain dari spesiesnya sendiri. Teritori secara khusus digunakan untuk pencarian makanan, perkawinan, membesarkan anak, atau kombinasi aktivitas tersebut. umumnya lokasi teritori sudah tetap, dan ukurannya bervariasi menurut spesies, fungsi-fungsi teritori, dan jumlah sumber daya yang tersedia.
Pada banyak spesies yang mempertahankan teritori hanya pada musim kawin, individu dpaat membentuk kelompok sosial pada waktu lainnya.
4. Sistem Perkawinan
Perilaku kawin berhubungan langsung dengan kelestarian hidup hewan. Terdapat suatu hubungan yang erat antara perilaku kawin yang diamati dengan jumlah keturunan, yang seringkali menjadi penentu utama kelestarian hidup seekor hewan. Banyak hewan yang terlibat dalam percumbuan, yang mengumumkan bahwa hewan yang terlibat tidak dirasa mengancam merupakan pasangan kawin yang potensial.
Pada sebagian besar spesies, hewan betina memiliki banyak investasi parental dibandingkan dengan hewan jantan dan kawin secara lebih selektif. Hewan jantan pada sebagian besar spesies berkompetisi untuk mendapatkan pasangan kawin, hewan betina pada banyak spesies terlibat dalam penilaian, atau penyeleksian hewan jantan berdasarkan ciri-ciri yang lebih disukai.
Pada banyak spesies, perkawinan adalah bersifat promiscuous, tidak ada ikatan pasangan yang kuat atau hubungan yang bertahan lama. Pada spesies di mana pasangan kawin masih tetap bersama-sama selama periode waktu yang lama, hubungan itu bisa bersifat monogamy (satu jantan mengawini satu betina) atau poligami (individu dari satu jenis kelamin mengawini beberapa individu dari jenis kelamin yang berlawanan). Hubungan poligami yang paling sering melibatkan seekor jantan tunggal dengan banyak hewan betina, disebut poligini. Namun demikian, pada beberapa spesies seekor betina kawin dengna beberapa jantan, disebut poliandri(Campbell.2004).
Satu di antara contoh perilaku kawin yang dapat kita ambil pada sejenis kupu-kupu Saturnia pyri dimana yang betina melepaskan stimulus kimia untuk merangsang jantan melakukan kopulasi. Sedangkan pada orangutan pemerkosaan umum terjadi. Jantan sub-dewasa akan mencoba kawin dengan betina manapun, meskipun mungkin mereka gagal menghamilinya karena betina dewasa dengan mudah menolaknya. Orangutan betina dewasa lebih memilih kawin dengan jantan dewasa
5. Perilaku Makan
Hewan beragam dalam keluasan cita rasanya. Dari yang sangat khusus hingga ke pemakan umum yang dapat memilih di antara sekumpulan spesies yang dapat dimakan. Tujuan makanan ialah energi, tetapi energi diperlukan untuk mencari makanan. Jadi hewan berperilaku sedemikian rupa untuk memaksimumkan perbandingan kerugian/keuntungan dari pencarian makanan itu. Kerugian energi dari mencari makanan diusahakan seminimum mungkin melalui perkembangan “citra mencari” untuk macam makanan yang, untuk sementara, menghasilkan keuntungan yang besar. Untuk beberapa species, citra mencari itu mungkin bukan perwujudan makannya saja, melainkan tempatnya yang khusus. Banyak pula hewan yang menggunakan energinya untuk membangun perangkap, daya tarik dan sejenisnya untuk menarik mangsanya agar berada dalam jangkauannya. Sebagian besar kehidupan hewan sosial berkisar pada makan bersama.
Perilaku makan berbeda-beda pada masing-masing spesies hewan. Contohnya pada Monyet rhesus. Monyet rhesus adalah binatang siang (diurnal) yang hidup di pohon-pohon maupun di permukaan tanah. Umumnya ia herbivora dan memakan daun-daunan dan daun pinus, akar-akaran, dan kadang-kadang serangga atau binatang-binatang kecil. Monyet ini mempunyai pipi yang khusus seperti kantung, yang memungkinkannya menimbun makanannya. Bahan makanan yang sudah dikumpulkan akan dimakannya belakangan di daerah yang aman. Selain itu, Monyet-monyet yang menemukan makanan biasanya akan mengumumkan hal ini dengan panggilan-panggilan yang khas, meskipun ada yang mengatakan bahwa monyet-monyet muda atau yang rendahan kadang-kadang akan berusaha menghindari hal itu apabila temuan mereka tidak diketahui (Budhi.11 Oktober 2010).


PENUTUP

Adapun simpulan yang dapat diambil adalah:
1. Perilaku dihasilkan oleh gen dan faktor lingkungan.
2. Perilaku sendiri memiliki arti sikap dan gerak organisme berespon dan beradaptasi terhadap perubahan lingkungan.
3. Perilaku hewan ada dua jenis, yakni Perilaku bawaan (Innate Behaviour) dan Perilaku hasil pembelajaran (Learned Behaviour)
4. Terdapat beberapa tipe dari pembelajaran yaitu: Imprinting, Habituation, Clasical conditioning, dan Operant conditioning.
5. Dari semua perilaku yang ditunjukan hewan, kebanyakan prilaku pada hewan kemungkinan mengandung semua komponen ini, yaitu: Preprogamming (Pemograman sebelumnya), Practice (berlatih), Potention (potensi) dan Performance (pelaksanaan)
6. Suatu hipotesis pokok dalam etologi kognitif adalah bahwa banyak hewan merumuskan peta kognitif.
7. Perilaku sosial hewan antara lain perilaku aganostik, hirarki dominansi, dan teritorialitas.























DAFTAR PUSTAKA


Anonim.Tanpa Tahun.”Etologi”(http://id.wikipedia.org/wiki/Etologi. Diakses Tanggal 26 Desember 2010).
Anonim. Tanpa Tahun.”Macam dan Jenis Adaptasi Makhluk Hidup-Morfologi Fisiologi dan Tingkah Laku- untuk Menyesuaikan Diri”( http://organisasi.org/macam-jenis-adaptasi-makhluk-hidup-morfologi-fisiologi-dan-tingkah-laku-untuk-menyesuaikan-diri. Diakses 29 Dessember 2010).
Anonim.25 Desember.”Migrasi Burung”( http://kerohanianpskh.multiply.com/journal/item/30. Diakses 12 Januari 2011).
Budhi, Annisa.11 Oktober 2010.”Perilaku Binatang”(http://blog.student.uny.ac.id/pelangilova/2010/10/11/perilaku-binatang/. Diakses 12 Januari 2011).
Campbell, Neil A. dkk.2004.Bioogi Jilid III(ed.5).Jakarta:Erlangga
Putri, Anniesha Eza.10 Januari 2010.”Perilaku Hewan”( http://20thcenturyalghumayda.blogspot.com/2010/01/perilaku-hewan.html. Diakses 29 Desember 2010)